Quote:
Tazkiyatun nafs “penyucian jiwa” adalah sesuatu yang sangat penting untuk terus kita lakukan dalam hidup ini. Makna dan pentingnya tazkiyatun nafs bisa dilihat dalam tulisan ini. Setelah kita memahami makna dan pentingnya tazkiyatun nafs, sangat penting pula kita mengenali dan tahu apa yang akan kita sucikan. Sebagaimana kalau kita mau membersihkan rumah kita. Kita harus tahu yang mau kita bersihkan itu tanah, atau rumput, atau kaca, atau tembok, atau karpet, atau keramik, atau marmer. Setelah kita tahu apa yang mau kita bersihkan berikut sifat-sifatnya, kita bisa memilih alat pembersih yang sesuai. Apa itu jiwa (an-nafs)? Pertama-tama, kita harus tahu bahwa Allah telah mengilhamkan kepada setiap jiwa manusia: fujur (potensi buruk) dan taqwa (potensi baik). Allah SWT berfirman dalam QS Asy-Syams: 7-8: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya.” Dua potensi ini ada pada jiwa/nafsu setiap manusia. Tinggal kita masing-masing, mau menguatkan potensi baiknya ataukah potensi buruknya? Nah, dari sinilah manusia itu kemudian secara ekstrim bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, manusia yang bisa mengendalikan nafsunya, sehingga nafsu tunduk kepada dirinya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nazi’at: 40-41: “Adapun orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya dan menahan dirinya dari ajakan hawa nafsu, maka sesungguhnya surga akan menjadi tempat kembalinya.” Selaras dengan ayat ini, Rasulullah saw bersabda, “Laa yu’minu ahadukum hataa yakunu hawaahu taba’an lima ji’tu bihi (Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa).” Adapun jenis manusia yang kedua adalah manusia yang dikendalikan dan diperbudak oleh nafsunya, sehingga ia tunduk kepada nafsu. Tentang jenis manusia ini, Allah SWT berfirman dalam QS Al-Furqan: 43: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” Apakah jiwa/nafsu manusia itu ada macam-macamnya atau tingkatan-tingkatannya? Allah sendiri dalam Al-Qur’an setidak-tidaknya menyifati jiwa/nafsu dengan tiga sifat, yang mengindikasikan macam-macam / tingkatan-tingkatan nafsu: An-Nafs Al-Muthmainnah, An-nafs Al-Lawwamah, dan An-Nafs Al-Ammarah bis Suu’. Apa itu An-Nafsul Muthmainnah? An-Nafs Al-Muthmainnah artinya Jiwa yang Tenang. Inilah jiwa/nafsu yang tenang dan tentram karena senantiasa mengingat Allah. Jiwa/nafsu yang tenang dan tentram karena senantiasa gemar berdekatan dengan Allah. Jiwa/nafsu yang tenang dan tentram dalam ketaatan kepada Allah. Jiwa/nafsu yang tenang dan tentram baik ketika ditimpa musibah maupun mendapatkan nikmat. Jika mendapatkan musibah, ia ridha terhadap taqdir Allah. Jika kehilangan sesuatu, ia tidak putus asa. Dan jika ia mendapatkan nikmat, ia tidak lupa daratan. Inilah jiwa/nafsu yang tenang dan tentram dalam iman. Tidak tergoyahkan oleh keragu-raguan dan syubhat. Jiwa/nafsu yang rindu untuk bertemu dengan Tuhannya. Dan inilah jiwa/nafsu yang ketika wafat dikatakan kepadanya: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai.” (QS Al-Fajr: 27-28) Lalu apa itu An-Nafsul Lawwamah? An-Nafs Al-Lawwamah artinya Jiwa yang Suka Mencela. Dalam QS Al-Qiyamah: 2, Allah SWT bersumpah dengan jiwa/nafsu jenis ini: “Dan aku bersumpah dengan an-nafs al-lawwamah.” Spoiler: Tetapi jika kita bina, kita didik, kita kendalikan, dan kita bersihkan, maka jiwa/nafsu kita akan naik peringkat: dari nafsu ammarah bis suu’ meningkat menjadi nafsu lawwamah, dan kemudian meningkat lagi menjadi nafsu muthmainnah. Dan membina jiwa/nafsu ini memang tidak mudah, perlu mujahadah (usaha ekstra keras). Tetapi bagaimanapun juga harus kita lakukan. Jika tidak, selamanya kita tidak akan bisa mengendalikan hawa nafsu kita. Karena itu Imam Al-Bushiri dalam qashidah Burdah-nya mengatakan: “Jiwa/nafsu itu seperti bayi yang menetek pada ibunya. Jika pada waktunya disapih ia tidak disapih, maka ia akan selamanya menetek pada ibunya.” Lalu, bagaimana peran syetan dalam mempengaruhi jiwa/nafsu manusia? Syetan memang akan selalu menggoda manusia, tanpa kenal menyerah. Pada orang-orang yang memiliki nafsu muthmainnah, yang lebih dominan menyertainya adalah para malaikat. Sedangkan pada orang-orang yang memiliki nafsu ammarah bis suu’, yang lebih dominan menyertainya adalah para syetan. Karena itu tidaklah mengherankan jika orang-orang tua kita dahulu dengan sedikit guyon mengatakan: “Syetan yang menggoda orang-orang yang taat, yang nafsunya muthmainnah, itu kurus-kurus. Sedangkan syetan yang menggoda orang-orang yang suka bermaksiat, yang nafsunya lawwamah, itu gemuk-gemuk.”(sumber) |
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar