Pages

review : GLEE (TV SERIES)





















pertama kali menyaksikan Glee, sulit bagi kita untuk tidak membandingkan serial ini dengan trilogi High School Musical, apalagi konsepnya yang hampir sama. Tapi setelah kita mengenal baik Glee dan mulai terhanyut dengan jalan ceritanya, maka pemikiran bahwa Gleememiliki kemiripan dengan High School Musical perlahan mulai menghilang. Ya, serial ini tidak memiliki kemiripan dengan trilogi tersebut, kecuali sama - sama bergenre drama remaja musikal. Saat ini, bisa dibilang Glee adalah serial yang paling terkenal dan memiliki fanbase besar yang fanatik. Meskipun ratingnya di USA tidak terlampau fantastis, tapi kehadiran Gleeselalu dinanti oleh fans-nya setiap minggu dan album soundtrack-nya pun terjual ratusan ribu keping. Kegilaan fansGlee bisa disejajarkan dengan fans Justin Bieber. Bahkan saya belum pernah menemukan sebuah serial TV yang fanbase-nya begitu besar dan fanatik.
Sebenarnya, Glee bercerita tentang apa sih ? Tak ada yang spesial dari jalan ceritanya, cenderung klise malah. Seorang guru bahasa Spanyol bernama Will Schuester (Matthew Morrison) yang sangat mencintai musik berniat untuk menyelamatkan klub Glee yang terancam ditutup setelah guru pembimbing sebelumnya dipecat karena memiliki hubungan yang tidak pantas dengan salah seorang muridnya. Klub Glee versi 'baru' ini diberi nama New Directions. Saat membuka audisi untuk klub ini, tanggapan siswa adem ayem, hanya segelintir yang berminat dan itupun berasal dari kalangan losers. Anggota angkatan pertama terdiri atas ; seorang gadis yang ambisius, Rachel Berry (Lea Michele), seorang diva, Mercedes Jones (Amber Riley), seorang gay, Kurt Hummel (Chris Colfer), seorang pemuda yang lumpuh, Artie Abrams (Kevin McHale) dan seorang gadis Asia yang gagap, Tina Cohen-Chang (Jenna Ushkowitz). Klub ini akan dibubarkan jika anggotanya tak memenuhi kuota. Dengan bantuan guru BK, Emma Pillsbury (Jayma Mays) dan pelatih football, Ken Tanaka (Patrick Gallagher), Will berhasil menarik beberapa siswa untuk menggenapi kuota, termasuk dari anggota football dan cheerleader yang awalnya menolak untuk bergabung. Meskipun anggota telah terkumpul lengkap, Glee masih harus menghadapi berbagai masalah. Sue Sylvester (Jane Lynch), pelatih Cheerios (klub Cheerleader), yang paling terang - terangan menunjukkan kebenciannya terhadap klub ini. Alasannya sederhana, dengan hadirnya klub baru, maka bujet untuk setiap klub akan berkurang dan itulah mengapa Sue tidak segan untuk menghancurkan Glee agar bujet untuk Cheerios kembali naik. Masalah lain adalah Glee harus menang dalam kompetisi Regional atau klub ini akan dibubarkan. Tentu sulit bagi klub baru untuk bisa menjadi juara, terlebih New Directions harus menghadapi klub Vocal Adrenaline yang 'jam terbangnya' lebih tinggi.

Sesederhana itulah plot Glee. Sejumlah losers yang tergabung dalam suatu klub dan mereka berusaha untuk mengejar impian mereka. Jika kita belum pernah mencicipi satu episode pun dari Glee dan hanya berpegangan pada sinopsisnya semata, maka Glee terlihat tak ada bedanya dengan serial remaja kebanyakan. Tapi jangan salah, meski plot-nya terlihat begitu klise, Glee tak akan berjalan seperti itu. Tiga kreatornya, Ryan Murphy, Brad Falchuk dan Ian Brennan, selalu memiliki cerita yang unik dan menarik untuk diangkat di setiap episodenya. Tak jarang dihadirkan pula beberapa twist agar cerita makin enak untuk diikuti. Memang masih ditemukan beberapa kisah yang cenderung klise, tapi hal itu tidak dibiarkan bertele - tele. Yang membuat saya jatuh cinta kepada Glee adalah kisahnya yang realistis, karakternya yang manusiawi dan tentu saja lagu - lagunya yang enak. Keunggulan dari Glee adalah sederhana. Tak perlu riasan yang menor dan dramatisasi yang berlebihan dalam cara penuturannya, Glee mengalir dengan sederhana dan tampil apa adanya. Kisahnya begitu realistis, kemungkinan besar hampir semua remaja pernah mengalami apa yang dialami oleh karakter - karakter di Glee. Memang ada beberapa scene yang terlalu berlebihan, tapi itupun masih dalam batasan yang wajar, tak hadir di setiap episode. Hanya untuk menegaskan sesuatu. Untuk karakternya sendiri dibuat manusiawi. Tak akan kita temukan karakter seperti di sinetron kita yang pure evil atau pure angel. Karakter protagonis juga digambarkan kerap melakukan kesalahan, sementara sang antagonis meski menyebalkan dan sadis, tetap mengundang tawa dan berbuat kebaikan untuk orang yang membutuhkan.

Jika membicarakan masalah akting, maka jagoan utama tertuju kepada Lea Michele dan Jane Lynch. Mereka yang membuat Glee terasa hidup. Karakter Rachel yang ambisius dan Sue yang kejam berhasil mereka wujudkan dengan sempurna. Deretan cast lain yang bermain bagus yaitu Matthew Morrison sebagai Will yang bijaksana, Chris Colfer menjadi Kurt yang gay, Cory Monteith memerankan Finn yang lugu dan Jayma Mays sebagai Emma yang takut akan kotor. Masih didukung pula oleh sederetan bintang tamu yang berakting ciamik seperti Neil Patrick Harris, Kristin Chenoweth, Idina Menzel dan Molly Shannon. Sayangnya, beberapa karakter utama malah mendapat porsi yang kurang untuk bisa mengeksplor kemampuan akting mereka. Sejauh ini saya belum dibuat terpukau oleh Dianna Agron dan Jenna Ushkowitz. Karakter Quinn yang cenderung flat membuat Dianna kurang mendapat tantangan. Saya tahu Dianna bisa bermain bagus karena ada sedikit momen yang menguras emosi dan melibatkan Quinn, Dianna cukup bagus disana. Sementara untuk Jenna, entahlah, karakter Tina sulit untuk melekat di hati saya. Meski sudah mendapat porsi yang cukup besar, nyatanya Jenna kurang berhasil menghidupkan Tina. Tidak buruk, tetapi juga tidak bagus. Jika dipaksa untuk membandingkan dengan High School Musical, makaGlee unggul hampir di semua aspek, kecuali sound mixing. Saat sedang membawakan sebuah tembang, beberapa kali terlihat jelas mereka lipsync karena suara yang terlalu menggelegar dan beberapa sebab yang lainnya. High School Musical unggul disini, Disney memang jagoan dalam urusan musikal. Persoalan yang dihadapi Glee ini sangat terasa di episode - episode awal, namun setelah break (episode Hell-O dan seterusnya) mulai berangsur membaik. Walaupun bergenre komedi drama musikal, unsur komedi dalam Gleetidak begitu kental. Mirip dengan Desperate Housewives, komedi disini cenderung gelap. Tidak melulu berasal dari celotehan konyol ataupun adegan slapstick, terkadang sesuatu yang pahit dibuat untuk ditertawakan. Jadi jangan mengharapkan sebuah tayangan komedi dimana kalian bisa tertawa lepas melihat sesuatu yang konyol dan menggelikan. Memang ada di beberapa episode, namun kebanyakan komedi yang disajikan ber-tone muram. Tapi tenang saja, kalian masih akan dibuat tertawa terbahak - bahak di Glee. Perpaduan antara drama dan komedi terasa pas sehingga selama 22 episode di season 1 berjalan dengan mulus. Saya juga akan memuji pilihan lagu dari Ryan Murphy yang begitu menakjubkan dan aransemen musik dari Adam Anders sangat keren. Lagunya terdiri atas lagu - lagu dari tahun 70, 80, 90 hingga 2000-an serta lagu dari panggung Broadway yang terdengar sedikit asing di telinga. Namun Adam Anders berhasil membuat lagu - lagu tersebut tidak terdengar old-fashioned, sebaliknya malah terkesan modern tanpa merusak lagu itu sendiri.







































{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar